24 Maret 2017

Hoax itu Baik


Wilayah keresidenan dunia maya sedang dilanda banjir berita hoax, sebagian membawa puing puing isu sara, etnis dll. Sampai tulisan ini diketik ketinggian volume banjir dirasa masih cukup tinggi. Di beberapa distrik, banjir mencapai dada orang dewasa sampai menutupi mata hatinya, dan ada pula yang mencapai otak orang dewasa dan mematikan fungsi nalarnya.


Kejadian ini sebetulnya bukanlah kejadian yang benar-benar baru, karena ini hampir selalu terjadi saat musim penghujan datang. Yakni hujan poster dan baliho saat segelintir pengangguran berebut kursi, yang sebetulnya secara fisik bisa dibeli di toko mebel dengan harga yang murah. Mungkin kursi ini memang peninggalan keramat pejabat zaman dahulu, yang memiliki khasiat tanda tangan berubah menjadi rupiah. Biasanya banjir ini dipesan oleh mereka yang mencoba meraih kursi keramat tersebut dan proyek tersebut dikerjakan oleh sebuah clan rahasia yang biasa disebut dengan buzzer.


Fenomena banjir hoax ini menjadi sangat banyak diperbincangkan oleh banyak kalangan mulai dari membicarakan konten hoax itu sendiri, motif di baliknya sampai siapa menjadi dalang ini semua. Yang jelas yang menjadi dalang bukanlah Almarhum Asep Sunandar, karena meskipun sering mengatakan ‘ke hela atuh goblog’ Cepot maupun Dawala tak pernah menyampaikan pesan pesan penebar kebencian.


Sebagaimana banjir-banjir pada umumnya, banjir hoax pun selalu diidentikkan dengan sesuatu yang buruk. Membaca berita hoax dianggap sebagai dosa yang besar. Hal tersebut jika kita hanya melihat ini tepat pada lokasi kejadian. Sehingga saya mencoba melihat lokasi ini dari ketinggian dengan menggunakan awan kinton, untuk mendapatkan pandangan yang lebih luas. Ada alasan yang membuat saya menggunakan awan kinton, yang bisa kamu tanyakan kepada mereka yang gemar menonton Goku, mungkin jawabnya ada di ujung langit.

Di lihat dari atas awan kinton kita bisa melihat fenomena yang mencengangkan. Bahwa sebetulnya di balik banjir hoax ini ada sesuatu nilai positif yang bisa diambil. Fenomena ini menunjukkan geliat peningkatan minat baca di negeri ini. Ini sebuah langkah nyata meningkatnya minat terhadap dunia literasi dan melek politik. Meskipun ini barulah satu langkah dari ribuan langkah yang harus ditempuh bangsa ini untuk mencapai negeri literasi yang sesungguhnya. Tapi bukankah si kasep Usain Bolt tidak akan menjadi pelari tercepat jika dia tidak pernah menginjakkan langkah pertamanya dalam berlari? Ya kan?

Dari atas awan kinton ini pun saya dapat melihat seorang bayi yang sedang disusui ibunya. Tapi jangan ngeres dulu, bayi ini minum susu pakai dot. Melihat kejadian ini saya teringat bahwa manusia dilahirkan tidak langsung diberikan gigi untuk mengunyah. Bayi lahir lalu meminum susu, entah itu ASI atau susu tepung, itu karena ia belum bisa mengunyah. Semakin tumbuh si bayi, ia mulai dikenalkan dengan MP-ASI, yaitu makanan super lunak yang akan dengan mudah dikunyah oleh bayi yang giginya masih unyu-unyu. Maka semakin besar manusia akan mulai bisa mengunyah sesuatu yang lebih keras lagi. Bahkan sebagian orang Banten, mereka bisa mengunyah beling, sungguh luar biasa.


Maka dalam proses yang dilalui bangsa ini dengan satu langkah ke arah dunia literasi, kita bisa melihat cara membaca hoax ini ibarat bayi yang baru bisa menelan ASI, ia menelannya tanpa perlu mengunyah dikarenakan ketidakmampuannya. Sehingga logika berpikir, framing analysis, agenda setting dapat menjadi gigi-gigi yang nantinya akan tumbuh sehingga bangsa ini dapat mengunyah berita hoax tersebut dengan cara yang lebih baik lagi. Ya mungkin, langkah ini memang memiliki resiko, tetapi saya mencoba mengutip ucapan seorang calon raja bajak laut “If you don’t take risks, you can’t creat future ~ Jika kamu tidak mengambil resiko, maka kamu tidak akan mengubah keadaan di masa depan”. Jadi bukan cuma kotor yang baik, hoax juga baik, masalahnya gigi kamu sudah tumbuh belum?

Dimuat juga di: http://www.komppaq.org/2017/03/hoax-itu-baik.html